Kakek Tuan Bersama Segenggam Garam


Berikut adalah kisah kiriman dari Ucenk Chamarun...
Kisah yang sangat inspiratif... ^_^'d


------------ *** ----------------

Dalam menjalani hidup ini, tentulah banyak keluh kesah, suka senang, sedih pedih yang pasti akan kita alami.
Semoga melalui kisah ini, kita semua bisa lebih bijak dalam menghadapi berbagai gejolak kehidupan.
Insya Allah, Amin.
so... inilah kisahnya... :)

Suatu ketika, hiduplah seorang lelaki tua nan bijak di sebuah desa terpencil. 
Pagi itu, ia sedang duduk santai di depan sebuah rumah gubuk sederhana yang tiada lain adalah tempat tinggal lelaki tua itu. 
Dengan segelas kopi hangat, ia menikmati suasana pagi itu dengan tenang. Namun tak lama kemudian datanglah seorang anak muda yang berjalan menghampiri rumah gubuknya.



Lelaki muda itu berwajah kusut, sangat kusam dan tidak bergairah. Langkahnya begitu berat. Nampaknya lelaki muda ini, sedang dirundung banyak masalah.
Dengan lemas, ia duduk disamping lelaki tua itu. 


Si tua bertanya,

"Wahai anak muda? kenapa raut wajahmu begitu berat untuk tersenyum?"

Lalu lelaki muda itu menjawab dengan lemas,


"Tidak ada dasar saya untuk tersenyum kek, apalagi dalam keadaan saya yang seperti ini, banyak sekali masalah yang sedang saya hadapi. Sungguh berat rasanya menghadapi dan menerima semua ini." Jelasnya memulai kisah.

Lalu tanpa berbasa basi, lelaki muda itu menceritakan semua masalah yang sedang ia hadapi, kepada sang kakek.

Sang kakek menyimak semua keluh kesah lelaki muda itu dengan seksama.

"Begitulah kek, maka sulit rasanya wajah ini untuk tersenyum kembali."
Jelas lelaki muda itu kembali mengeluh, namun sang kakek hanya bisa tersenyum.


Lelaki tua masuk kedalam rumahnya, lalu ia kembali datang sambil memegang segenggam garam dan segelas air putih.


Sang kakek tua memberikan keduanya kepada lelaki muda itu.

"Coba kamu masukan segenggam garam ini kedalam gelas." Pinta sang kakek  kepada tamunya.

Lalu ditaburkannya garam itu kedalam gelas, dan diaduknya perlahan.

"Sekarang, cobalah kamu minum air dalam gelas itu dan katakan bagaimana rasanya?!" Ujar si kakek tua.

"Pahit! Pahit sekali!" Jawab sang tamu, sambil meludah kesamping.
Pak tua itu kembali tersenyum.

Lalu kakek tua mengajak tamunya ini untuk berjalan ke tepi telaga yang berada di dalam hutan yang tak jauh dari tempat tinggalnya. Kedua orang itu berjalan berdampingan, dan akhirnya sampailah mereka ke tepi telaga yang tenang.


Setelah sampai, pak tua kembali menaburkan segenggam garam, namun kali ini garam itu ia masukan kedalam telaga. Dengan sepotong kayu, dibuatnya sebuah  gelombang air, maka terciptalah sebuah riak air yang mengusik ketenangan telaga itu.

"Sekarang coba kamu ambil air dari telaga ini lalu minumlah!"

Tanpa tahu maksud dari sang kakek, lelaki muda itu mengukuti apa yang kakek tua perintahkan. Lalu ia mengambil air telaga itu dan meminumnya. Saat tamu itu selesai mereguk air telaga, pak tua kembali bertanya,

"Bagaimana rasanya?"


"Segar!" Sahut si tamu.

"Apakah kamu merasakan garam di dalam air telaga itu?" Tanya pak tua lagi.

"Tidak." Jawab si anak muda.


Dengan bijak, pak tua itu menepuk-nepuk punggung si anak muda.
Lalu ia mengajaknya duduk berhadapan, bersimpuh di samping telaga itu.

"Anak muda, dengarlah! Pahitnya kehidupan layaknya segenggam garam itu, tidak lebih dan tidak kurang. Jumlah dan rasa pahitnya pun sama, dan memang akan tetap sama.

Tapi kepahitan yang kita rasakan, akan sangat bergantung dari wadah yang kita miliki. Kepahitan itu, akan didasarkan dari perasaan tempat kita meletakkan segalanya. Itu semua akan bergantung kepada hati kita. Jika kamu merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup, hanya ada satu hal yang bisa kamu lakukan. Lapangkanlah dadamu menerima semuanya. Luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu."

Pak tua itu lalu kembali memberikan nasehatnya,

"Hatimu adalah wadah itu, p
erasaanmu adalah tempat itu, kalbumu adalah tempat kamu menampung segalanya. Jadi jangan jadikan hatimu itu seperti sebuah gelas! Buatlah hatimu laksana telaga yang mampu meredam setiap kepahitan itu dan merubahnya menjadi sebuah kesegaran dan kebahagiaan."

Lelaki muda itu tertegun mencoba memproses dan membenarkan apa yang lelaki tua itu sampaikan. Seketika wajahnya pun tersenyum, raut wajahnya yang redup kini berubah menjadi segar.

Benar! Apa yang lelaki tua katakan itu adalah benar, sangatlah benar!

Dia berfikir, memang tak ada gunanaya juga berkeluh kesah, meratapi dan menangisi apa yang telah terjadi, karena semua memang sudah terjadi. Walau kita berkeluh kesah dan meratapi, toh semua masalah itu tidak akan selesai juga. Mungkin dengan membuat hati kita selebar telaga, pemikiran kita akan jadi lebih luas, semua akan terasa lebih ringan untuk mengalir! Dan unjungnya pasti akan menghasilkan air yang jernih dan segar. Lelaki muda itu kembali tersenyum.

Lalu, hanya satu yang lelaki muda itu ucapkan,

"Terimakasih, kek." dan ia kembali tersenyum.

Keduanya lalu beranjak pulang.

Pak tua si orang bijak itu, kembali menyimpan "segenggam garam".

Segenggam garam untuk anak muda lainnya, yang memang sering datang mengadu kepadanya membawa keresahan jiwa.





------------ *** ----------------

Semoga kisah ini dapat menginspirasi kita semua... :)